Bom Mortir Meledak Saat Digergaji, Satu Orang Tewas di desa Banyuajuh, Bangkalan
Suara Pecari – Sebuah kejadian tragis terjadi di Desa Banyuajuh, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Sebuah mortir atau peluru kendali yang ditemukan oleh warga setempat, kemudian dibawa ke pengepul las untuk digergaji, (29/12) Akibat tindakan ini, mortir tersebut meledak, menyebabkan ledakan yang cukup besar hingga merenggut satu korban jiwa.
Kepala Kepolisian Jawa Timur, Irjen Pol Imam Sugianto, menyampaikan bahwa kejadian bermula ketika pemilik bengkel sedang menggergaji mortir, mungkin dalam usaha untuk membongkar isinya. Tanpa diduga, percikan asap muncul dan tidak bisa dipadamkan, menyebabkan warga sekitar berlarian. Sayangnya, ledakan mortir tak terhindarkan, dan seorang warga asal Kampung Bedak Timur, Desa Banyuajuh, tewas dalam peristiwa tersebut.
“Pemilik bengkelnya itu pada saat menggergaji mortirnya mungkin di dalam besi, kemudian digergaji, tiba-tiba muncul percikan asap, disiram asapnya masih mengepul, mereka lari dan meledak,” ujarnya.
Selain menelan korban jiwa, dampak dari ledakan tersebut membuat enam bangunan mengalami kerusakan parah dan lima lainnya luka-luka. Imam mengungkapkan, ledakan yang terjadi cukup besar. Bahkan serpihan dari ledakan rersebut ditemukan hingga jarak 500 meter. “Temuan serpihanya itu ada sampai jarak 500 meter. Itu Mortir sepertinya zaman perang yang bentuknya kayak timun itu lah,” ungkap Imam, seperti dikutip dari situs Kominfo Jatim (1/1/2024)
Imam Sugianto memberikan imbauan kepada masyarakat agar berhati-hati ketika menemukan mortir. Meskipun terlihat sebagai bekas peninggalan perang, mortir tetap berbahaya, terutama jika dibongkar isinya. “Mortir kan bahan peledak, bisa saja masih aktif. Kita tidak tahu apakah sudah diledakan atau belum,” tambahnya.
Melihat kejadian meledaknya mortir ini, terlihat bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyadari potensi bahaya dari peralatan perang tersebut. Mortir, menurut ensiklopedia dunia dari Universitas Sains dan Teknologi Komputer, adalah senjata artileri yang diisi dari depan dan menembakkan peluru dengan kecepatan rendah. Kecepatan peluru mortir mencakup jarak dekat dengan perjalanan peluru yang tinggi, membentuk lengkungan arah tembak dalam bentuk garis parabola.
Meskipun mortir telah digunakan sejak abad ke-18 di Eropa dan di India pada 1799, sisa mortir peninggalan perang yang mungkin ditemukan kembali di masa kini tetap berbahaya. Alat atau bahan yang terkandung dalam senjata perang tersebut bisa aktif kembali, seperti yang terjadi di Kabupaten Bangkalan, di mana warga tanpa sengaja mengelas bekas mortir dan menyebabkan ledakan tragis.
Kejadian ini menjadi pengingat untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko yang terkait dengan penanganan bahan peledak dan benda-benda bekas perang. Pihak berwenang dan lembaga terkait diharapkan untuk memberikan edukasi dan informasi yang lebih baik guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
