banyuwangi

Seblang Bakungan Banyuwangi: Tradisi Leluhur yang Terus Hidup Sejak 1639

Ritual adat Seblang Bakungan

BANYUWANGI – Ribuan pasang mata terpukau saat ritual adat Seblang Bakungan digelar di Sanggar Seblang, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, pada Kamis malam (12/6/2025). Tradisi sakral masyarakat Osing ini merupakan warisan budaya yang telah berlangsung sejak tahun 1639 dan hingga kini tetap lestari sebagai identitas kultural dan daya tarik wisata.

Acara diawali dengan prosesi tumpengan bersama di sepanjang jalan menuju lokasi upacara. Sebelumnya, warga melaksanakan salat magrib dan salat hajat secara berjamaah di masjid setempat sebagai bagian dari bentuk syukur dan permohonan keselamatan.

Usai doa bersama, masyarakat membawa oncor (obor) dalam ritual “ider bumi”, mengelilingi desa sebagai simbol pembersihan dan perlindungan dari marabahaya. Di sepanjang rute, warga duduk bersila, menyantap hidangan tradisional pecel pithik di atas tikar beralaskan tanah, ditemani cahaya obor yang menciptakan suasana magis dan sakral.

Puncak acara terjadi ketika Isni (53), penari Seblang, memasuki kondisi trance dan mulai menari mengikuti irama gending kuno. Dalam keyakinan masyarakat, Isni telah dirasuki roh leluhur untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual melalui gerakan tari.

“Tradisi ini sangat menarik. Sebelumnya saya menyaksikan Gandrung Sewu. Tapi malam ini saya merasakan suasana budaya yang lebih intim dan sakral,” ujar David, wisatawan asal Selandia Baru.

Banyuwangi memiliki dua tradisi Seblang yang berbeda.

  • Seblang Bakungan, digelar setiap bulan Dzulhijjah, dibawakan oleh penari dewasa yang diyakini memiliki kemampuan spiritual.
  • Seblang Olehsari, digelar warga Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, setelah Idul Fitri, dan ditampilkan oleh penari remaja perempuan.

Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono menegaskan bahwa Pemkab Banyuwangi konsisten mendukung pelestarian budaya lokal.

“Melestarikan tradisi bukan semata demi pariwisata, melainkan sebagai bentuk penguatan identitas budaya dan semangat gotong royong masyarakat,” kata Mujiono.

Keunikan dan keotentikan Seblang tak hanya memikat wisatawan, tapi juga menarik perhatian kalangan akademisi. Sumarsam, Kaplan Professor of Music dari Wesleyan University, Amerika Serikat, turut hadir menyaksikan prosesi Seblang Bakungan.

“Saya telah menyaksikan berbagai kesenian seperti Janger, dan mendengarkan Mamaca Lontar Yusuf. Malam ini saya sangat tersentuh melihat Seblang. Banyuwangi benar-benar kaya budaya,” ujar Sumarsam, profesor asal Indonesia yang sudah menetap 53 tahun di Amerika.

Kehadiran wisatawan lokal maupun mancanegara, serta para peneliti budaya, menunjukkan bahwa Seblang Bakungan bukan hanya upacara adat, melainkan juga simbol perlawanan terhadap kepunahan budaya lokal di tengah arus globalisasi.

Exit mobile version