Sekdes Sentul, Diduga Bertindak Seperti Sang Penguasa Pemerintah Desa
Lumajang, Suarapecari.com_ Munculnya pelaporan dari LSM GMPK Lumajang terkait dugaan penyelewengan dan PBB dan penyalahgunaan wewenang, juga pemalsuan data. Secara perlahan akhirnya terkuak ternyata selama ini roda pemerintahan desa Sentul kecamatan Sumbersuko kabupaten Lumajang Jatim seakan mati suri. Karena pemerintahan ada tapi seakan mati atau tidak berfungsi, semua kebijakan dan keuangan dikuasai oleh oknum Sekdesnya. Terkesan pemdes Sentul tidak jalan kalau tidak ada sekdesnya, hanya dia yang kuasa segalanya, yang lain seolah menjadi patung hidup.
Ini terbukti ketika beberapa awak media mendatangi kantor desa Sentul Senin 27/06/2022, dan mengorek keterangan dari beberapa staf desa juga Kadus yang ada di Kantor Desa,
Seolah-olah semua dibuat bodoh dan tidak profesional dalam menjalankan tupoksinya masing-masing. Semua disetting pengambil kebijakan dalam segala bidang urusan pemerintahan desa harus atas seijin oknum Sekdesnya.
Jadi ibarat sebuah kerajaan kalau rajanya tidak memerintahkan, punggawanya tidak akan bergerak. Ini terlihat dari ketika penunjang operasional desa seperti kertas dan tinta printing habis, staf desa laporan ke sekdesnya, Tapi dijawab tidak ada uang jadi akhirnya pada diam sambil ngobrol, yang penting hadir dikantor desa. Tata ruangan saja sangat lucu, ruangan sekdes dinding kaca ber AC, sedangkan staf Desa di ruangan luar berjejer seperti anak sekolah, yang lebih miris lagi ruangan kades seperti ruangan office boy. Meja kerja kades sudah jelek seperti meja sekolah anak SD yang sudah lama, disudut meja kursi tamu tercantel sapu. Sungguh pemandangan yang menyedihkan, hal yang tidak layak dan ada ketimpangan proporsional, tapi hal itu terjadi Pemdes Sentul.
Pemerintahan desa Sentul menjadi mati suri, Kades, para Staf Desa dan Kasun yang penting hadir nongkrong di kantor setelah selesai jam kerja pada buru-buru pulang untuk mencari tambahan ekonomi diluar.
Seperti ungkapan salah satu staf desa yang tidak bersedia ditulis namanya baru era sekarang ini keperluan kantor habis tidak ada anggarannya. Kalau dulu saat dana operasional belum turun bisa dipinjamkan dulu dari dana lain. Kalau dana operasional turun baru dikembalikan lagi.”” Cetusnya.
Pernyataan itu diaminkan oleh beberapa staf lainya Dulu ada gorengan dan minuman penunjang kinerja sekarang kalau mau camilan ya harus bawa sendiri dari rumah. Dan kalau kehabisan kertas dan tinta ketika ada yang harus segera dikerjakan ya kami harus usaha sendiri cari utangan diluar.”” Sambungnya dengan nada kesal.
Dan salah satu Kasun minta namanya disamarkan menguatkan pernyataan itu Kita ini mau profesional bagaimana kalau sistem kekuasan di kantor Desa otoriter. Tunjangan kerja staf desa kalau yang dekat sama dia (Oknum sekdesnya) perbulan dapat Rp 300 ribu namun staf yang tidak disukainya dapat Rp 50 ribu perbulan termasuk kami (Kadus) Paparnya.
Tentunya hal ini lah yang membuat suasana di kantor desa Sentul terkesan menjadi beberapa kubu. Akhirnya keharmonisan kerja tidak tercipta saling cemburu sosial dan curiga antar teman adanya. Oknum sekdes Sentul terkesan menjadi Dirjen atau Direktur Ijen (Red: Direktur Tunggal) warga mempertanyakan apakah hal ini akan dibiarkan oleh pemkab Lumajang mau jadi apa pemdes Sentul. ( Arifin )
“
