Berita

Siapkan Generasi Emas 2045, BKKBN Gandeng Cak Nun Getol Sosialisasi Stunting Ke Pesantren di Mojokerto

Mojokerto, suarapecari.com – BKKBN menggelar promosi kesehatan reproduksi dan percepatan penurunan stunting berbasis pondok pesantren bersama mitra kerja di Ponpes Segoro Agung Trowulan, Mojokerto, Senin (26/12/2022) mendatang. Kegiatan ini akan menghadirkan Budayawan MH. Ainun Najib (Cak Nun) dan Kyai Kanjeng. 
“Ya insyaallah dihadiri Cak Nun, kami sedang menyiapkan segala sesuatunya,”ungkap KH. Bimo Agus Sunarno kepada media ini di pendopo ponpes Segoro Agung, Jumat (23/12/2022). 
Selain promosi kesehatan, kegiatan ini akan di isi dengan doa bersama oleh ketua PCNU Kabupaten Mojokerto. Ia berharap dengan adanya doa bersama ini, Indonesia dapat terhindar dari semua bencana. Kegiatan ini akan diikuti puluhan ribu jamaah maiyah dari berbagai penjuru. 
“Semoga Indonesia dapat terhindar dari segala macam bencana, makanya kami membalut kegiatan ini dengan doa bersama,” harapnya. 
Bagi BKKBN, kegiatan ini bagian mempersiapkan generasi emas 2045. Stunting masih menjadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak dibawah usia dua tahun di Indonesia. 
Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. 
“Hal ini disebabkan balita stunting mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya,” ungkap Kepala BKKBN sekaligus Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) seperti dilansir dari bkkbn.go.id, 
Dokter Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Menurut Hasto diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting. Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar.
“Penyebab lain, 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram.  Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup,” jelas Hasto.
Selain itu, Hasto mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum melangkah ke jenjang pernikahan .Hasto mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak memikirkan hal yang lebih mendesak yakni prakonsepsi.
“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin), minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp 20.000. sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc supaya spermanya bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu harus menyiapkan 75 hari sebelum menikah. Karena sperma dibuat selama 75 hari,” Imbuhnya.
Hasto juga berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin langsing, melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap bulan, bleeding (perdarahan) sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya bisa stunting, kan repot,” ucap Hasto. 
Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon pasangan suami istri dan atau perempuan yang sudah menikah dan ingin hamil memiliki kriteria kesehatan yang baik untuk memproduksi, mengandung serta melahirkan anak yang sehat dan berkualitas. (Alw)
Exit mobile version