Perpusnas Tetapkan Naskah Kuno Lontar Sritanjung Sebagai IKON
Banyuwangi — Naskah kuno Lontar Sritanjung resmi diakui sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas). Penetapan ini dilakukan dalam Seminar Nasional Pengarusutamaan Naskah Nusantara yang berlangsung di Hotel Aston, Banyuwangi, pada hari Kamis, 19 September 2024.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas, Agus Sutoyo, menjelaskan bahwa pengakuan terhadap Lontar Sritanjung adalah langkah penting untuk mempublikasikan dan mengaktualisasikan naskah-naskah kuno dalam kebijakan pemerintah. “Kami ingin agar naskah ini selaras dengan namanya menjadi ikon dari daerah penghasil. Ketika orang mendengar Banyuwangi, mereka akan teringat dengan ceritanya,” ujarnya.
Perpusnas kini gencar melakukan program pencatatan dan pengamanan manuskrip-manuskrip kuno sebagai upaya memperteguh identitas ke-Indonesiaan. “Kami diarahkan untuk mengangkat naskah kuno dari berbagai daerah, dikembangkan menjadi aktivitas yang menyentuh masyarakat sebagai ingatan kolektif,” tambah Agus.
Pemkab Banyuwangi mengapresiasi penetapan ini sebagai pengakuan nasional terhadap warisan budaya lokal. “Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Ini adalah langkah penting dalam pelestarian kekayaan masa lampau Banyuwangi,” kata Staf Khusus Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkab Banyuwangi, Abdul Aziz Hamidi.
Pihak Pemkab berharap lebih banyak lagi warisan budaya Banyuwangi yang dapat diangkat secara nasional. Selain pelestarian naskah kuno, Banyuwangi juga berkomitmen untuk menyelamatkan tradisi dan ritual pelantunan tembang berbasis naskah kuno, seperti tradisi mocoan (Osing) dan mamaca (Madura).
Lontar Sritanjung merupakan karya sastra populer dari Jawa pertengahan yang dianggit dalam bentuk puisi lirik. Kisahnya yang kaya simbolisme dan sejarah lisan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Peneliti naskah kuno, Wiwin Indiarti, menegaskan bahwa Lontar Sritanjung layak diakui sebagai bagian dari ingatan kolektif nasional, tidak hanya karena nilai budaya dan sejarahnya, tetapi juga narasi gender dan relevansi dalam konteks global.

