BPKAD Menduga Ada yang Salah dalam Proses Peralihan Hak Tanah Aset Daerah Menjadi SHM

BPKAD Menduga Ada yang Salah dalam Proses Peralihan Hak Tanah Aset Daerah Menjadi SHM

Banyuwangi – Tanah aset daerah yang berlokasi di Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui proses pelepasan hak dari PT Makarti pada tahun 2000, kini berubah status menjadi hak milik. Perubahan status ini terjadi tanpa sepengetahuan pemerintah setempat dan memicu polemik antara Pemkab Banyuwangi dan pihak yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut, yang saat ini disewakan untuk wisata Rest Area Cerung.

Pihak Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Banyuwangi telah mempertanyakan proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banyuwangi. Namun, hingga saat ini, BPKAD belum menerima tanggapan dari BPN.

Kepala Sub Bidang Pemeliharaan dan Pengawasan BPKAD, Abdul Karim, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan dua surat resmi kepada BPN. Surat pertama tertanggal 25 Agustus 2022 berisi permohonan pencabutan SHM atas tanah milik Pemkab, disusul surat kedua pada 18 April 2023 mengenai permohonan pembatalan SHM tersebut. “Pemkab Banyuwangi sudah dua kali bersurat kepada BPN, tetapi hingga kini tidak ada jawaban. Ini menimbulkan pertanyaan, ada apa ini?” ujar Karim (21/10)

Karim menduga adanya kesalahan administratif dari BPN saat memproses pengajuan hak atas tanah tersebut. Dia menegaskan bahwa BPN tidak mempertimbangkan putusan sidang gugatan yang sudah inkrah. Awalnya, gugatan di PN Banyuwangi dimenangkan oleh pihak Budiono terkait sengketa tanah tersebut degan PT Makarti, namun di tingkat banding hingga kasasi, Budiono kalah dalam putusan.

“Hasil putusan sidang hingga kasasi menunjukkan pihak Budiono Bibit Rubingatun, dan lainnya tidak memiliki hak atas tanah tersebut. ini menunjukan bahwa proses pelepasan hak dari PT Makarti ke Pemda Banyuwangi sudah sah dan tidak dapat diganggu gugat,” ungkap Karim.

Sementara itu, Kasi Sengketa BPN Banyuwangi, Eko Prianggono, membenarkan bahwa BPN telah menerima dan memproses pengajuan sertifikat tanah yang dimohonkan oleh Budiono. Dia menegaskan bahwa BPN hanya menjalankan tugas pencatatan dan bahwa administrasi yang diajukan oleh Budiono memenuhi syarat. “Jika ada masalah di kemudian hari, pihak yang mempermasalahkan bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan produk administrasi yang diterbitkan oleh BPN,” pungkas Eko.

Polemik ini menyoroti pentingnya transparansi dan koordinasi antara instansi terkait dalam pengelolaan aset daerah, agar tidak menimbulkan sengketa yang berkepanjangan.