Angklung Caruk: Simbol Keuletan dalam Tradisi Masyarakat Osing Banyuwangi
Suara Pecari – Angklung, sebagai salah satu kekayaan seni tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu, telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan. Salah satu bentuk seni angklung yang khas adalah Angklung Caruk, sebuah tradisi yang tumbuh subur di kalangan masyarakat Osing Banyuwangi. Artikel ini akan mengupas sejarah dan perkembangan Angklung Caruk, serta signifikansinya dalam kehidupan masyarakat setempat.
1. Asal Usul dan Perkembangan Angklung Caruk
Sejarah Angklung Caruk dimulai sekitar tahun 1921, ketika seorang Bali yang menetap di Banyuwangi, Mbah Druning, menambahkan instrumen-instrumen musik dari Bali seperti slentem, saron, dan ketuk ke dalam ansambel angklung. Inovasi ini memberikan ciri khas pada Angklung Caruk. Pada tahun 1938, muncul fenomena adu gending antara daerah satu dengan daerah lain yang dikenal sebagai “Angklung Caruk.” Tradisi ini berkembang pesat di kalangan masyarakat Osing Banyuwangi.
2. Tantangan dan Kebangkitan Kesenian Angklung Caruk
Pada tahun 1965-1972, Angklung Caruk mengalami masa sulit karena dampak peristiwa gerakan 30 September yang menimbulkan ketakutan dan trauma di masyarakat. Kesenian ini hampir punah selama periode tersebut. Namun, sekitar tahun 1970-an, Angklung Caruk kembali dipertunjukkan setelah melewati masa sulit tersebut. Pada tahun 1999, Pemerintahan Bupati Samsul Hadi memberikan dukungan untuk mengangkat kembali tradisi ini, sehingga Angklung Caruk kembali menjadi bagian hidup masyarakat Banyuwangi.
3. Uniknya Angklung Caruk
Angklung Caruk memiliki ciri khas dengan dua grup Angklung yang saling berhadapan. Setiap grup bergantian memainkan gaya dalam lagu dengan menggunakan bahasa Using yang sarat dengan pesan untuk penonton. Pertandingan ini memberikan warna tersendiri, di mana satu grup harus berusaha tampil lebih memukau daripada yang lain untuk memenangkan pertandingan.
4. Riwayat Angklung Caruk Hingga Kini
Meskipun mengalami tantangan pada masa lalu, Angklung Caruk tetap menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Osing Banyuwangi. Hingga saat ini, tradisi ini tetap hidup dan terus dimainkan dalam berbagai festival dengan melibatkan generasi yang berbeda. Dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya menjadi faktor kunci dalam kelangsungan Angklung Caruk.
Angklung Caruk bukan sekadar seni musik, tetapi juga simbol keuletan masyarakat Osing Banyuwangi dalam menjaga dan menghidupkan kembali tradisi mereka. Melalui melodi indah dan pesan yang terkandung dalam bahasa Osing, Angklung Caruk terus memberikan keindahan dan kegembiraan, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia yang kaya dan beragam.
Sumber: Jurnal HistoricA
The Dynamics of Traditional Art “Angklung Caruk” Banyuwangi Regency

