Pawai Ogoh-Ogoh Banyuwangi: Toleransi Bersemi Sambut Nyepi di Bulan Puasa

Keterangan Gambar: Ribuan umat Hindu Banyuwangi mengarak ogoh-ogoh dalam pawai budaya menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 di Kecamatan Purwoharjo, Sabtu (22/3/2025). (Sumber Dok Pemkab Banyuwangi)

Banyuwangi. Suasana meriah dan penuh warna menghiasi Banyuwangi saat ribuan umat Hindu menggelar pawai budaya ogoh-ogoh, Sabtu (22/3/2025) kemarin. Pawai ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947. Uniknya, pawai ini tetap berlangsung meriah meski bersamaan dengan bulan Ramadan, menunjukkan tingginya toleransi antar umat beragama di Banyuwangi.

Pusat kegiatan berada di sekitar RTH Karetan, Kecamatan Purwoharjo. Puluhan ogoh-ogoh dengan berbagai bentuk dan ukuran menjadi daya tarik utama. Patung-patung raksasa ini, yang merupakan representasi Bhuta Kala atau energi negatif, diarak oleh para pemuda Hindu (yowana) dari berbagai Sekaa Teruna Teruni (STT) di seluruh Banyuwangi.

Kreativitas tanpa batas terpancar dari setiap ogoh-ogoh yang ditampilkan. Mulai dari sosok raksasa menyeramkan hingga figur-figur mitologis, semuanya merupakan hasil karya anak muda Banyuwangi. Iringan gamelan Bali yang rancak semakin menambah semarak suasana pawai.

Tak hanya umat Hindu, warga Banyuwangi dari berbagai latar belakang suku dan agama juga antusias menyaksikan pawai ini. Mereka memadati sepanjang rute pawai, menunjukkan apresiasi terhadap keberagaman budaya yang ada di Banyuwangi.

Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, yang turut hadir menyaksikan pawai, menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini. Menurutnya, pawai ogoh-ogoh bukan hanya sekadar atraksi budaya, tetapi juga cerminan kekayaan tradisi dan semangat toleransi yang hidup subur di Banyuwangi.

“Pawai Ogoh-ogoh ini menjadi bukti nyata bagaimana kerukunan umat beragama terjalin dengan baik di Banyuwangi. Meskipun bertepatan dengan bulan puasa, umat Hindu tetap bisa menjalankan tradisinya dengan penuh suka cita, dan masyarakat lain pun ikut mendukung dan menghormati,” ujar Mujiono.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, lanjut Mujiono, akan terus mendukung kegiatan keagamaan dan kebudayaan seluruh masyarakat sebagai bagian dari upaya merawat kebinekaan dan memperkuat persatuan.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, Sardiyanto, menjelaskan bahwa pawai budaya ini diikuti oleh sekitar 3 ribu umat Hindu dari Kecamatan Purwoharjo, Bangorejo, serta umat Hindu dari Kampung Bali, Patoman.

Pawai ogoh-ogoh merupakan bagian dari upacara Tawur Kesanga, yang bertujuan untuk menetralkan energi negatif sebelum memasuki Hari Raya Nyepi. “Ogoh-ogoh ini adalah simbol Bhuta Kala atau energi negatif yang perlu dinetralisir sebelum kita memasuki kesucian Hari Raya Nyepi dengan Catur Brata Penyepian,” jelas Sardiyanto. Setelah diarak, ogoh-ogoh akan dilebur atau dibakar sebagai simbol pembersihan diri dan alam semesta.

Umat Hindu Banyuwangi akan melanjutkan persiapan menyambut Hari Suci Nyepi pada Senin, 29 Maret 2025, dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu Amati Geni (tidak menyalakan api/cahaya), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).