Ekonomi

Panen Raya Madu Randu di Banyuwangi: Petani Maju Sendiri, Pemerintah Masih Absen

Panen Raya Madu Randu di Banyuwangi

BANYUWANGI – Di tengah minimnya sorotan media dan absennya dukungan nyata dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, para peternak lebah madu di Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, membuktikan bahwa ketekunan tetap bisa membuahkan hasil. Pada Minggu (15/6/2025), mereka berhasil melakukan panen perdana madu randu jenis Apis mellifera dari kawasan hutan randu seluas ratusan hektare.

Sebanyak 110 kotak koloni lebah menghasilkan sekitar 300 kilogram madu murni, tanpa campuran, langsung dari nektar bunga randu yang tumbuh alami. Di tengah maraknya peredaran madu oplosan di pasar, pencapaian ini menjadi prestasi sekaligus ironi—sebab madu murni dari Banyuwangi justru belum mendapat dukungan berarti dari pemerintah setempat.

Potensi Besar, Minim Perhatian

Budy Amboyna, pemilik Osing Honey sekaligus koordinator komunitas peternak madu Banyuwangi, menyampaikan bahwa potensi madu lokal sejatinya sangat besar, namun selama ini dibiarkan tumbuh sendiri.

“Panen ini bukti bahwa Banyuwangi punya kekayaan herbal luar biasa. Tapi kami dibiarkan tanpa pembinaan, tanpa dukungan branding, bahkan tanpa pengakuan,” ungkap Budy.

Ia menyebut, sebagian besar hasil panen justru langsung dibeli oleh distributor luar daerah seperti dari Bali, Jember, hingga Jakarta. Mirisnya, pengakuan atas kualitas madu Banyuwangi justru lebih besar di luar kota daripada di daerah asalnya sendiri.

Ketua Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi, Hakim Said, SH, yang hadir dalam kegiatan panen, melontarkan kritik tajam terhadap kurangnya keterlibatan pemerintah daerah dalam pengembangan usaha petani madu.

“Petani tidak minta disubsidi. Mereka hanya ingin difasilitasi—diberi legalitas, dilindungi dari madu palsu, dan dikenalkan ke pasar nasional,” tegas Hakim.

Ia juga mempertanyakan ketidakhadiran Dinas Pertanian maupun Dinas Kehutanan Banyuwangi dalam kegiatan yang jelas-jelas terkait dengan sektor mereka.

“Ini produk pertanian berbasis hutan dan punya nilai ekonomi. Tapi dua dinas ini tak tampak. Mungkin lebih sibuk di balik meja ketimbang turun ke lapangan,” sindirnya.

Hakim menyampaikan bahwa pihaknya siap mengangkat isu ini ke tingkat nasional jika pemerintah daerah tetap tidak menunjukkan keberpihakan kepada petani madu.

“Banyuwangi harus dikenang sebagai penghasil madu unggulan, bukan sebagai daerah yang abai terhadap potensi rakyatnya,” ujarnya.

Dalam kegiatan panen tersebut, hadir pula perwakilan dari Pemerintah Desa Alasbuluh, DPM PTSP Banyuwangi, HIPMIKIMDO Provinsi Jawa Timur, akademisi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, Balai Taman Nasional Alas Purwo, Ketua Kopiwangi, serta pelaku UMKM. Namun, kehadiran tersebut dinilai sebagian pihak sebagai seremonial belaka tanpa langkah konkret yang dibutuhkan para petani.

Banyuwangi Punya Segalanya, Tapi Butuh Keberpihakan

Petani madu Banyuwangi telah menunjukkan ketangguhan dan dedikasi dalam mengelola potensi alam yang melimpah. Mereka tidak hanya menghasilkan produk unggulan, tetapi juga menjaga ekosistem yang menopang kehidupan. Namun tanpa dukungan kebijakan, fasilitasi pasar, dan perlindungan hukum, potensi ini dikhawatirkan hanya akan menjadi cerita tentang peluang yang terabaikan.

Exit mobile version