Ditangani Dengan Serius, Angka Prevalensi Stunting di Banyuwangi Turun Drastis
BANYUWANGI – Upaya pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Banyuwangi terus menunjukkan hasil positif. Melalui pendekatan komprehensif dari hulu ke hilir dan kolaborasi lintas sektor, kini angka stunting di Banyuwangi berhasil ditekan hingga tinggal 2,44 persen.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, stunting menjadi salah satu fokus utama dalam agenda pembangunan kesehatan daerah. Pemerintah berkomitmen untuk mencegah lahirnya bayi stunting dan memastikan balita yang terindikasi stunting mendapat pendampingan maksimal.
“Kami tidak ingin ada lagi bayi lahir dalam kondisi stunting, dan tidak boleh ada balita yang terabaikan. Semua harus tertangani dengan baik,” tegas Ipuk, Jumat (13/6/2025).
Pendekatan yang dilakukan Banyuwangi tidak hanya menyentuh sektor kesehatan, tapi juga menyasar akar penyebab lainnya seperti pola asuh, lingkungan, serta kesejahteraan keluarga.
Dari sisi kesehatan, intervensi dimulai sejak remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, hingga bayi dan balita. Upaya ini termasuk pemantauan gizi, penyuluhan, dan pendampingan intensif.
“Kami dorong gizi seimbang sejak dini, bahkan pada calon ibu, karena pencegahan terbaik dimulai sebelum anak dilahirkan,” jelas Ipuk.
Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM), prevalensi stunting terus menurun dari tahun ke tahun:
- 2021: 8,64%
- 2022: 3,95%
- 2023: 3,53%
- 2024: 2,44%
Keberhasilan ini tak lepas dari pendekatan “keroyokan”, melibatkan tenaga kesehatan, kader posyandu, hingga pedagang sayur keliling (mlijoan). Para pedagang ini dilatih untuk mengenali ibu hamil risiko tinggi (bumil risti) serta balita yang berpotensi stunting.
“Ketika mlijoan melihat kondisi mencurigakan saat berjualan, mereka bisa memberi tahu kader posyandu atau puskesmas. Ini inovasi dari program Banyuwangi Tanggap Stunting,” terang Ipuk.
Pemkab juga menggerakkan masyarakat melalui program Hari Belanja Amal yang digelar setiap tanggal cantik seperti 1/1, 2/2, dan seterusnya. Dana yang terkumpul digunakan untuk membantu keluarga pra sejahtera, termasuk yang memiliki balita stunting atau ibu hamil berisiko tinggi.
Dari sisi preventif, Pemkab Banyuwangi bekerja sama dengan Pengadilan Agama untuk mencegah perkawinan anak, salah satu faktor risiko stunting. Di setiap SMP dan SMA, dibentuk Duta Pencegahan Perkawinan Anak yang telah dilatih untuk memberikan edukasi kepada teman sebaya.
“Mereka dibekali pengetahuan seputar bahaya perkawinan anak, agar bisa menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah,” tambahnya.
Langkah-langkah kolaboratif ini menjadikan Banyuwangi sebagai salah satu daerah dengan penanganan stunting paling progresif di Indonesia. Pemerintah daerah menargetkan, prevalensi stunting bisa terus ditekan hingga mencapai nol kasus baru dalam waktu dekat.

