Sidang Praperadilan Status Tersangka Pimpinan Ponpes di Binjai, Kuasa Hukum Pertanyakan Keabsahan Alat Bukti
BINJAI – Sidang praperadilan yang diajukan Muhammad Amar di Pengadilan Negeri Binjai terus bergulir, dengan agenda terbaru mendengarkan replik dari tim kuasa hukum terlapor. Dalam repliknya, tim kuasa hukum dari Kantor Hukum BASH & Rekan menegaskan keberatan terhadap penetapan klien mereka sebagai tersangka oleh pihak Polres Binjai, pada Kamis (13 Februari 2025).
Kuasa hukum menyampaikan bahwa penetapan tersangka terhadap Muhammad Amar dilakukan sebelum pemeriksaan terhadap saksi dan pelapor, yang dianggap bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku. Mereka juga mempertanyakan keabsahan alat bukti yang digunakan dalam menetapkan klien mereka sebagai tersangka, termasuk bukti surat dan petunjuk yang dinilai tidak memiliki relevansi yang cukup kuat.
Selain itu, kuasa hukum menyoroti bahwa klien mereka telah mengembalikan uang kepada pelapor sebelum laporan polisi dibuat, sehingga tidak ada unsur kerugian yang diderita oleh pelapor. Fakta ini, menurut mereka, tidak dibantah oleh pihak termohon dalam jawabannya, yang dapat dianggap sebagai pengakuan tidak langsung atas ketidaktepatan penetapan tersangka.
Hal ini juga disampaikan oleh saksi yang dihadirkan pihak terlapor pada sidang Senin (17 Februari), yaitu Khaidir SE, yang menyatakan bahwa uang tersebut sudah dikembalikan oleh Kiyai Muhammad Amar secara bertahap sebelum pelaporan dari pihak Eni di Polres Binjai. Saksi kedua, Ade Nazli Putra, juga menyampaikan bahwa setelah pembelian batu mustika tersebut tidak ada masalah, sehingga mereka terkejut dengan adanya laporan pengaduan dan penangkapan oleh Polres Binjai.
“Proses hukum harus berjalan sesuai prosedur yang sah. Tidak bisa seseorang ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemeriksaan saksi dan pelapor. Ini jelas bertentangan dengan prinsip due process of law,” ujar Ahmad Sultoni Johar Hasibuan, SH, kuasa hukum Muhammad Amar.
Dalam repliknya, tim kuasa hukum juga meminta hakim untuk mempertimbangkan ketidaksahan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan yang dinilai tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Sidang praperadilan ini menjadi sorotan karena dinilai sebagai ujian transparansi dan profesionalisme aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Muhammad Amar berharap melalui praperadilan ini, hakim dapat melihat dengan objektif dan memutuskan dengan adil serta berdasarkan hukum yang berlaku.
Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar besok tanggal 18 Februari 2025, di mana hakim akan mendengarkan tanggapan dan keterangan dari saksi ahli yang akan dihadirkan dari pihak termohon sebelum mengambil keputusan.

