Diduga Sebar Informasi Palsu di Akun TikTok, Polisi Diminta Tindak Tegas Penyebar Hoaks DPO

Henry Pakpahan, S.H., kuasa hukum korban, di Polrestabes Medan, didampingi oleh korban Doris dan Riris br Marpaung,

MEDAN – Sumatera Utara – Sebuah akun TikTok bernama Joshua Simatupang 02 memicu kontroversi publik setelah menyebarkan informasi yang menyebutkan bahwa Surat Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dikeluarkan oleh Polrestabes Medan terhadap tiga orang tersangka adalah tidak benar.

Ketiga nama yang tercantum dalam DPO tersebut adalah Arini Ruth Yuni br Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nurintan br Nababan, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap Doris Fenita br Marpaung pada 6 Januari 2025.

Konten TikTok itu tidak hanya menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, tetapi juga dianggap melecehkan kerja profesional institusi kepolisian. Dalam beberapa komentarnya, akun tersebut bahkan menyebut media sebagai “tidak jelas”, pernyataan yang dinilai mencoreng marwah profesi jurnalis yang selama ini berperan penting dalam menyampaikan informasi yang adil dan berimbang.

Situasi ini makin memanas setelah seorang advokat bernama Leo Zai dari kantor hukum DRS & Partners juga menyampaikan pernyataan senada di sejumlah media online. Ia mengklaim telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan menyebut status DPO tersebut sebagai palsu. Pernyataan itu menimbulkan pertanyaan serius mengenai profesionalisme serta etika komunikasi publik dari pihak kuasa hukum.

Sebagai tanggapan, Henry Pakpahan, S.H., selaku kuasa hukum korban, menepis keras klaim tersebut. Dalam konferensi pers yang digelar di Polrestabes Medan pada 23 Mei 2025, didampingi oleh korban Doris dan Riris br Marpaung, Henry menegaskan bahwa status DPO dikeluarkan berdasarkan prosedur hukum yang sah.

“Pernyataan di akun TikTok tersebut menyesatkan dan dapat mengganggu kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Polisi tidak mungkin sembarangan menetapkan status DPO,” ujar Henry.

Ia juga menantang pihak-pihak yang meragukan legalitas DPO tersebut untuk menempuh jalur hukum resmi, seperti praperadilan, alih-alih menyebar opini di media sosial.

“Kalau memang DPO itu palsu, kenapa saat konferensi pers di kantor imigrasi kemarin para tersangka tidak ditampilkan? Kenapa harus disembunyikan?” ujarnya tegas.

Henry juga menyerukan agar Kepala KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan, tempat salah satu tersangka bekerja, segera memberikan ultimatum kepada pegawainya untuk menyerahkan diri. Ia juga meminta perhatian dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, hingga Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo agar kasus ini ditangani secara serius dan transparan.

“Kami harap aparat dan masyarakat dapat membantu proses ini dengan melaporkan bila mengetahui keberadaan ketiga tersangka. Ini demi kepastian hukum dan keadilan bagi korban,” imbuhnya.

Kasus ini kini menjadi sorotan tajam, tak hanya di Sumatera Utara tetapi juga secara nasional, mengingat keterlibatan media sosial dalam penyebaran informasi yang dapat mempengaruhi opini publik terhadap institusi negara.