Mengapa Sikap Kelompok Kritikus Berubah, Kemana Hilangnya Suara Kritis?

Mengapa Sikap Kelompok Kritikus Berubah, Kemana Hilangnya Suara Kritis?

Hingar bingar pemilihan kepala daerah selalu menghadirkan berbagai dinamika yang menarik. Kali ini, perhatian publik tertuju pada perubahan sikap beberapa kelompok masyarakat yang dulu dikenal vokal dalam menentang kekuasaan, namun kini berbalik mendukung.

Kelompok-kelompok yang sebelumnya lantang bersuara melawan politik dinasti, mempertanyakan kepemimpinan Sekda, Wagub, dan Bupati, kini seolah berubah haluan. Suara mereka yang dulu garang kini terdengar lembut dan penuh pujian, bak pujangga merayu kekasih.

Tak ada lagi kritik tajam yang terlontar, seakan auman singa telah berubah menjadi bisikan lembut.

Dulu mereka sering menggunakan istilah-istilah seperti “ngono yo ngono ning ojo ngono” atau “ojo ladyak kadung mageh celutak” untuk menyindir dan mengingatkan pemimpin agar tidak berbuat semena-mena. Kini, istilah-istilah tersebut seolah lenyap bersama dengan hilangnya suara kritis mereka.

Apakah ini berarti bahwa mereka harus berteriak lantang dulu untuk kemudian memuja?

Jika memang demikian, apakah ini mencerminkan kelompok yang berdiri untuk masyarakat dan mengawasi kebijakan daerah? Menurut hemat saya, sikap semacam ini justru mengancam cita-cita generasi emas dua ribu empat lima, karena keadilan dan masa depan yang lebih baik tidak akan semudah itu digapai.

Sah-sah saja jika suatu kelompok atau masyarakat melakukan manuver semacam ini. Namun, apakah tidak mengotori perjuangan yang telah mereka lakukan? Atau mungkin memang seperti itulah cara mereka merayu “kekasih nan cantik jelita”?

Penulis hanya menuliskan cerita fiktif yang mungkin tidak akan pernah ada dalam kehidupan nyata. Namun, penting untuk diingat bahwa kelompok manapun harus tetap konsisten dan menjalankan fungsi kontrolnya, tidak hanya lembut dan penuh pujian.

Narasi ini mengingatkan kita semua untuk selalu waspada dan kritis terhadap perubahan sikap dalam dunia politik. Demi mencapai masa depan yang lebih baik dan adil bagi semua, sikap kritis harus selalu dijaga, apapun situasinya.

Opini Publik

Penulis: Fitron Abdul Jaelani