DPRD Banyuwangi Usulkan Penyesuaian Tarif Pajak Hiburan dan Air Tanah

Komisi II dan III DPRD Banyuwangi saat membahas Raperda perubahan tarif pajak hiburan dan air tanah bersama 18 SKPD. Sumber Foto (Dok istimewa)

Banyuwangi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi tengah mengkaji perubahan sejumlah tarif pajak dan retribusi daerah. Salah satu fokus utama adalah tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk sektor hiburan seperti diskotik dan karaoke, serta Pajak Air Tanah (PAT).

Langkah ini menjadi bagian dari pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dilakukan melalui rapat gabungan Komisi II dan III DPRD bersama pihak eksekutif.

Dalam rapat pembahasan bersama 18 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), DPRD mengusulkan agar tarif PBJT untuk diskotik dan karaoke diturunkan dari 50 persen menjadi 40 persen. Usulan ini muncul sebagai respons atas tingginya beban pajak yang dirasa memberatkan pelaku usaha hiburan.

Menurut Ketua Gabungan Komisi II dan III, Muhammad Ali Mahrus, penyesuaian ini bertujuan mendorong pertumbuhan sektor hiburan sekaligus menarik minat investor ke wilayah Banyuwangi.

“Dengan tarif yang lebih rasional, kita berharap iklim usaha di bidang hiburan lebih hidup dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ungkapnya, Sabtu (28/6/2025).

Selain sektor hiburan, tarif PAT juga menjadi sorotan. DPRD mengusulkan penurunan tarif PAT dari 20 persen menjadi 10 persen. Kebijakan ini diambil setelah banyaknya keluhan dari wajib pajak yang menganggap tarif sebelumnya terlalu tinggi.

Mahrus menegaskan bahwa pembahasan perubahan tarif ini dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan tetap berpegang pada aturan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Secara umum, perubahan tarif pajak dan retribusi daerah ini ditujukan untuk meningkatkan PAD sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaannya di lapangan. Mahrus menyebutkan bahwa sebagian besar SKPD menyampaikan usulan penyesuaian tarif yang berkisar rata-rata 8 persen, khususnya dari dinas-dinas yang belum memenuhi target penerimaan.

Namun, ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara potensi penerimaan daerah dan kemampuan bayar masyarakat.

“Jika tarif terlalu tinggi, justru menjadi beban dan tidak tercapai target. Sebaliknya, menurunkan tarif tanpa kajian juga bisa berisiko. Maka, semuanya perlu dikaji secara rigid,” jelasnya.

Hingga saat ini, pembahasan perubahan Perda PDRD masih belum final. DPRD akan terus melakukan kajian mendalam terhadap usulan eksekutif. Selain itu, identifikasi terhadap kendala yang menyebabkan rendahnya capaian target juga menjadi bagian dari proses evaluasi.

Mahrus menyoroti kemungkinan penyebab rendahnya penerimaan, mulai dari tarif yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan hingga lemahnya pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban pajak.

“Apakah memang tarifnya yang terlalu tinggi, kesadaran masyarakat yang masih rendah, atau karena belum adanya tindakan tegas terhadap wajib pajak yang menunggak? Semua itu akan kita evaluasi,” ujarnya.

DPRD Banyuwangi berharap penyesuaian tarif ini mampu memberikan dampak positif terhadap iklim usaha dan capaian PAD. Dengan pendekatan berbasis data, aspirasi wajib pajak, serta kepatuhan pada regulasi, perubahan Perda ini diharapkan memberi solusi yang berimbang antara potensi fiskal dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Tinggalkan Balasan