Gugatan Ahli Waris Buwang Manan Ditolak, Status Tanah Masih Tetap Dalam Penguasaan Pemerintah
Banyuwangi – Dalam perkara sengketa tanah yang melibatkan Buwang Manan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, KH., Ir., Achmad Wahyudi, S.H., M.H., sebagai kuasa hukum Pemkab Banyuwangi, memberikan penjelasan rinci terkait proses hukum yang terjadi.
Pemberitaan sebelumnya di suarapecari.com dengan link
http://suarapecari.com/birokrasi/SP/-28072024/. Kuasa Hukum Ahli Waris Buwang Manan menegaskan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Agung, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak berhak menguasai lahan di Klatak milik kliennya. Kuasa hukum, Saleh SH, menekankan pentingnya pemahaman yang akurat mengenai putusan ini untuk mencegah kesalahpahaman di masyarakat.
“Iya, mereka itu menggugat ke PTUN. Memang ini kalau tidak dipahami secara hukum susah, pengadilan tata usaha negara itu adalah pengadilan yang memproses gugatan administrasi. Sertifikat yang diterbitkan Pemda dibatalkan karena dianggap salah prosedur, bukan terkait kepemilikan tanah,” ungkap Wahyudi.
Wahyudi menambahkan, setelah sertifikat dicabut, Buwang Manan mengajukan permohonan hak milik ke BPN tetapi terbentur masalah kepemilikan.
“Di pengadilan negeri, tanah ini diputuskan milik Buwang Manan, tetapi di pengadilan tinggi keputusan itu dibatalkan. Mahkamah Agung kemudian memutuskan bahwa tanah seluas yang disengketakan bukanlah milik Buwang Manan, melainkan tanah negara,” jelasnya.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa tanah milik Buwang Manan hanya seluas 8.800,60 meter persegi dan sudah bersertifikat, bukan seluas 17.800,40 meter persegi yang menjadi obyek sengketa.

“Pengadilan tata usaha negara hanya membuktikan kesalahan prosedur penerbitan sertifikat, bukan kepemilikan tanah tersebut,” lanjut Wahyudi.
Menurut Wahyudi, Pemkab Banyuwangi dalam proses sertifikatnya dinyatakan melewati prosedur oleh pengadilan PTUN, bukan tentang kepemilikan tanah.
“Kalau sudah menang di PTUN, kenapa harus gugat di pengadilan negeri? Karena Buwang Manan meyakini tanah tersebut miliknya, dia kemudian menggugat perdata ke pengadilan negeri,” tuturnya.
Wahyudi menyatakan bahwa berdasarkan putusan pengadilan negeri hingga putusan Kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung, sesuai putusan nomor 198/Pdt.G//2022/Pn.Byw Jo.170/PDT/2023/PT SBY Jo. K/Pdt/2024,.
Mahkamah Agung dalam putuannya menyebutkan bahwa tanah tersebut adalah tanah negara. “Mengenai hak keperdataan belum diuji sehingga putusan pengadilan tata usaha negara tidak serta merta memberikan hak keperdataan kepada pemenang perkara,” ungkap Wahyudi.
“Saat ini Pemda siap membuat sertifikat karena dari dulu kami kuasai dan kami punya bangunan di sana,” pungkasnya.
Kasus ini menunjukkan kompleksitas sengketa tanah di Indonesia yang melibatkan berbagai aspek hukum, dari administratif hingga keperdataan. Pengadilan terus berupaya untuk memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi semua pihak yang terlibat.

