Siapa Bilang Food Estate Di Papua Gagal, LSM SGI : Food Estate Di Papua Berpotensi Baik
Malang, suarapecari.com – Food estate di Papua memiliki potensi baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membuka lapangan kerja, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Koko Ramadhan, Ketua LSM SGI menilai potensi food estate dapat menjadi sebuah terobosan dalam menjalankan program ketahanan pangan nasional dan dapat meningkatkan perekonomian di daerah. Berikut beberapa dampak positif yang diharapkan dari proyek food estate di Papua:
Ketersediaan pangan terjamin,
Food estate dapat memastikan ketersediaan bahan pangan masyarakat Papua sehingga kelaparan tidak terulang lagi.
Lapangan kerja terbuka,
Proyek ini dapat membuka banyak lapangan kerja di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Pertumbuhan ekonomi meningkat,
Lapangan kerja yang terbuka di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan dapat memicu pertumbuhan ekonomi di Papua.
Kesenjangan sosial berkurang,
Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, kesenjangan sosial, ekonomi, dan disharmoni budaya di Papua dapat berkurang.
Menurut Koko, “Ketahanan pangan selalu menjadi isu strategis di Indonesia, sebuah negara dengan populasi yang sangat besar dan beragam budaya. Salah satu pilar utama yang mendukung ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan yang mencukupi dan merata di seluruh wilayah Nusantara. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa distribusi pangan di Indonesia belum sepenuhnya merata, dan Papua adalah salah satu daerah yang masih tertinggal dalam hal ini,” ungkapnya, (26/9)
Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah dan luas wilayah yang mencapai 319.036 km². Namun, potensi ini belum dimaksimalkan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Papua dan Papua Barat masih bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah, terutama beras. Menurut BPS, pada tahun 2023, Papua hanya mampu memproduksi sekitar 82.000 ton beras, sedangkan kebutuhan beras di provinsi tersebut mencapai lebih dari 300.000 ton per tahun. Artinya, lebih dari 70% kebutuhan beras Papua harus dipenuhi dari luar daerah.
Melihat hal ini, Koko menilai bahwa Papua membutuhkan solusi yang lebih komprehensif dan holistik dalam mencapai ketahanan pangan. Pembangunan lumbung pangan harus disertai dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur yang memadai, dan penguatan pasar lokal. Pemerintah juga perlu lebih mendengarkan suara masyarakat Papua dalam merumuskan kebijakan pangan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Dalam konteks ini, Koko Ramadhan juga memberikan sudut pandangnya terkait hal tersebut, menurutnya “Lumbung pangan di Papua bukan hanya soal membangun gudang penyimpanan beras atau ladang pertanian. Lebih dari itu, ini adalah soal membangun ketahanan pangan yang berbasis pada kemandirian lokal, dengan memperhatikan potensi dan tantangan yang ada di daerah tersebut. Jika tidak, program ini hanya akan menjadi janji kosong yang tidak mampu menjawab kebutuhan pangan di Papua dan, lebih luas lagi, di seluruh Indonesia,” pungkasnya.

