Pedang Luwuk: Saksi Sejarah Perlawanan Melawan Penjajah Belanda di Banyuwangi

KRT. H. Ilham Triadinagoro, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi,

Banyuwangi, Suara Pecari – Salah satu peninggalan bersejarah yang menggetarkan adalah “Pedang Luwuk”, sebuah pedang pendek yang memiliki cerita epik dalam perjuangan melawan penjajah Belanda di Banyuwangi. Pedang ini digunakan oleh petinggi dan masyarakat kerajaan Jawa dalam menghadapi agresi Belanda, dan keampuhannya dalam pertempuran membuatnya terkenal hingga kini.

KRT. H. Ilham Triadinagoro, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi, pada 8 September 2023, menjelaskan bahwa Pedang Luwuk ditemukan sekitar 15 tahun yang lalu di daerah Rowo Bayu, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Pedang ini menjadi saksi sejarah perlawanan masyarakat Kerajaan Blambangan terhadap pasukan Belanda. Perang tersebut, yang dikenal dengan sebutan perang Bayu, tercatat dalam sejarah pada tahun 1771.

Pedang Luwuk dikenal karena keampuhannya dan diyakini memiliki kekuatan magis. Dalam perang Bayu, pedang ini digunakan oleh Mas Rempeg, atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Jagapatidan Pangeran Putra, yang juga dikenal dengan sebutan Wong Agung Wilis, sebagai senjata andalannya. Pedang Luwuk berhasil melukai banyak pasukan Belanda dan menciptakan kekacauan di antara mereka.

Pedang Luwuk sendiri dipercaya dibuat oleh seorang pandai besi (Empu) bernama Ki Luwuk. Dalam hal bentuknya, pedang ini tampak sederhana dengan warna hitam legam dan memiliki bilah tajam di satu sisi. Gagangnya biasanya terbuat dari tanduk kerbau atau banteng, sementara material bilahnya terbuat dari batuan meteorit yang mengandung berbagai unsur logam, termasuk nikel, baja, besi, dan titanium.

Proses pembuatan pedang ini tidak bisa dilakukan sembarangan dan melibatkan serangkaian ritual. Ritual tersebut mencakup penentuan hari yang tepat, pantangan-pantangan selama pembuatan, doa-doa, dan mantra-mantra. Semua ini bertujuan agar pedang memiliki kekuatan dan berfungsi dengan baik saat digunakan dalam pertempuran.

Salah satu rahasia keampuhan Pedang Luwuk adalah bilahnya yang dibaluri dengan bisa ular Luwuk atau ular Viper Hijau. Hanya dengan mengayunkan pedang ini tanpa menyentuh lawan, pedang ini dapat menghasilkan efek luar biasa hingga membuat lawan terjatuh. Selain itu, salah satu ritual lainnya adalah saat pembuatan, bilah pedang juga dibaluri dengan darah haid pertama gadis yang masih perawan.

Perbedaan antara Luwuk Majapahit dan Luwuk Blambangan terletak pada motif pamor dan waktu penggunaannya. Luwuk Majapahit digunakan pada tahun 1478 selama perang Paregreg, sementara Luwuk Blambangan digunakan dalam perang Bayu tahun 1771. Motif pamor Luwuk Majapahit bergaris dari pangkal hingga ujung, sedangkan Luwuk Blambangan memiliki motif bulan sabit dengan jumlah ganjil, mulai dari satu, tiga, hingga lima. Ukurannya juga bervariasi, mulai dari 50 sentimeter hingga 80 sentimeter, dengan paksi yang berbentuk segitiga langsungan dan tidak bersekat.

Pedang Luwuk bukan hanya sebuah artefak bersejarah, tetapi juga menjadi simbol perlawanan dan keberanian masyarakat Banyuwangi dalam melawan penjajah Belanda. Saat ini, pedang ini dijaga dan dirawat dengan baik sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga bagi masyarakat Banyuwangi.