Putusan Mahkamah Konstitusi Bersifat Mengikat dan Tidak Dapat Dibatalkan
Suara Pecari – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan MK dan bersifat final serta mengikat. Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Abdul Chair Ramadhan, menegaskan bahwa putusan MK harus dilaksanakan tanpa terkecuali, meskipun terdapat berbagai pendapat pro dan kontra terkait dengan putusan tersebut. Putusan MK berlaku bagi seluruh warga negara dan tidak hanya terbatas pada kepala daerah, melainkan juga berlaku bagi semua jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum. Jumat (3/11/2023).
Menurut Abdul Chair, terkait dengan adanya sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi, Majelis Kehormatan MK tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Tidak ada dasar hukum yang menyebutkan bahwa Majelis Kehormatan MK memiliki wewenang untuk membatalkan putusan MK.
Abdul Chair menekankan bahwa dukungan terhadap usaha membatalkan putusan MK menyalahi konstitusi. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, dan putusan MK bersifat final dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Sebagai sebuah negara hukum, Abdul Chair menegaskan bahwa kewajiban untuk mematuhi hukum berlaku untuk seluruh warga negara, dan negara harus menjamin pelaksanaan hukum yang pasti dan adil. Putusan MK harus dilihat sebagai jaminan perlindungan yang tidak hanya berlaku untuk kepentingan individu atau masyarakat, tetapi juga untuk kepentingan negara.
“Dalam konteks putusan MK yang mengakui Gibran sebagai calon wakil presiden dan pasangannya Prabowo, ini adalah sah secara hukum. Berbagai perdebatan dan upaya seperti gagasan Hak Angket DPR tidak memiliki dampak apa pun terhadap putusan MK,” tegasnya.

