URL Berhasil Disalin
URL Berhasil Disalin
Terindikasi Memiliki Izin Bangunan di Lahan LP2B, Menunjukkan Institusi Kurang Tegas
Banyuwangi, Suarapecari.com_ Setelah Satpol.PP Banyuwangi melakukan pemasangan plang pelarangan melanjutkan pembangunan di atas Lahan Sawah Dilindungi (LSD) / dalam program Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) pada dua tempat berada di Desa Banjar Kecamatan Licin, kini timbul polemik bahwa bangunan itu terindikasi telah terbit perizinannya.
Pasalnya dari informasi awal yang didapat tim FRB, bangunan tersebut diduga sudah memiliki sertifikat izin resmi (berusaha) dengan luas lahan 500 meter persegi atas nama SG(inisial), melalui fasilitas OSS (Online Single Submission).
OSS sendiri, adalah permohonan perizinan berusaha terintegrasi dengan sistim elektronik yang diterbitkan oleh Lembaga OSS, untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha.
Atas polemik itu Forum Rogojampi Bersatu (FRB) menilai, bahwa polemik timbul disebabkan adanya sikap tidak tegasnya dinas berwenang terkait di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi terhadap pemilik bangunan.
Dikatakan Irfan Hidayat SH., MH., selaku ketua FRB kepada awak media, Jum’at (15/7/2022), bahwa sikap dan tindakan dari dinas di Pemkab Banyuwangi yang mempunyai kewenangan terkait persoalan tersebut kinerjanya perlu di evaluasi, demi tegaknya peraturan dan perundang undangan di Banyuwangi.
“Ketidaktegasan dari dinas terkait pada pemilik bangunan pelaku pelanggar LSD/LP2B, terlihat sejak awal mulainya di bangun yang terkesan ada pembiaran. Hal ini perlu di sikapi serius agar tidak muncul persoalan dikemudian hari dan menjadi polemik seperti yang terjadi saat ini,” tegasnya.
Masih menurut Irfan, bangunan yang terlanjur berdiri dikawasan LSD/ LP2B, mestinya harus ditindak lanjuti dengan dilakukan pembongkaran. “Dinas terkait mestinya melakukan tindak lanjut, dapat segera memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk melakukan pembongkaran untuk dikembalikan lagi menjadi fungsi awal sebagai lahan pertanian sawah. Sesuai pasal 50 ayat 2 UU LP2B, jadi meskipun telah terbit perijinannya, bila bentuk perijinan yang mengakibatkan alih fungsi LP2B itu diluar ketentuan, maka dapat dibatalkan demi hukum. Selanjutnya orang pemilik lahan wajib mengembalikan keadaan tanah LP2B ke keadaan semula, agar tidak terus manjadi preseden dan penilaian negatif bagi kinerja dinas berwenang,” ujarnya.
Tidak hanya sampai disitu, Irfan yang juga akademisi/praktisi hukum menerangkan, masih ada pengusaha besar maupun perorangan yang membangun tanpa didahului perizinan resmi, artinya setelah bangunan berdiri baru pihak berwenang bertindak.”Pemasangan plang pelanggaran kami nilai hanya formalitas saja. Meskipun pernah diajukan hearing tentang draft LP2B serta tidak sedikit teman lembaga yang melakukan kritik koreksi, namun persoalan ini terus terjadi,” ungkapnya.
Sebagai Lembaga pengawas yang peduli agar program pembangunan nasional dapat berjalan baik, FRB telah melayangkan surat resmi tertanggal 4 Juli 2022, Nomor 034/K-FRB/VII/2022 kepada dinas PU, DPMPTSP (Perijinan) dan dispertan pangan Banyuwangi, untuk audensi dan mendapat konfirmasi resmi.”Surat yang kami kirimkan belum ada tanggapan hingga hari ini, atas pelanggaran LP2B dan kurang berfungsinya kinerja dinas berwenang yang terkait persoalan penindakan, kami akan bertindak serius dengan segera menyusun pelaporan unsur pidananya,” tegas Irfan.
Susuai aturan perundang-undangan, tanah yang sudah ditetapkan sebagai LP2B dilarang dialihfungsikan (Pasal 44 ayat 1 UU PL2B). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU PL2PB) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PP No. 1 Tahun 2011).
Tim*
