Masyarakat Lintas Agama di Banyuwangi Gelar Selamatan dan Doa Bersama untuk Minta Hujan

Masyarakat Lintas Agama di Banyuwangi Gelar Selamatan dan Doa Bersama untuk Minta Hujan

Suara Pecari – Masyarakat Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, yang mewakili berbagai agama, bersatu dalam satu tekad untuk menghadapi kemarau panjang yang mengancam pertanian mereka. Mereka menggelar selamatan dan doa bersama di DAM Koperan desa sebagai bentuk harapan bersama agar hujan segera turun.

Kegiatan ini diawali pagi hari, di mana umat Hindu dan Islam bergantian berdoa. Koordinator acara, Sugiono, menjelaskan bahwa dalam ritual doa bersama ini, petani membawa nasi yang diletakkan di nampan untuk kemudian makan bersama.

Sugiono yang juga menjabat sebagai koordinator Sumber Daya Air (Korsda) Dinas PU Pengairan Banyuwangi wilayah Pesanggaran, menjelaskan lebih lanjut, “Kegiatan ini kita lakukan mulai pagi, umat Hindu dan Islam berdoa secara bergantian.” Ia juga mencatat bahwa tahun sebelumnya, umat Kristiani juga turut serta dalam kegiatan serupa, tetapi tahun ini hanya umat Muslim dan Hindu yang hadir.

Kekeringan yang telah berlangsung sejak Agustus 2023 telah memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan tanaman padi dan palawija milik petani setempat. Meskipun mereka enggan menyebutnya sebagai gagal panen, hasil panen mereka mengalami penurunan drastis.

Saat ini, di daerah irigasi DAM Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, debit air turun drastis dari sekitar 10 ribu hingga 12 ribu meter kubik per detik menjadi hanya 7.000 meter kubik per detik. Kondisi ini mengkhawatirkan, karena debit air yang rendah tidak akan cukup untuk mengairi seluruh lahan pertanian seluas 16.165 hektare.

Untuk mengatasi situasi ini, masyarakat bersama para petani dan pemuka agama setempat memutuskan untuk menggelar ritual doa bersama sebagai tindakan antisipasi terhadap potensi kekeringan yang lebih parah.

Sugiono menegaskan, “Selama ini kami melakukan sistem gilir air, sehingga situasinya masih terkendali. Namun, doa bersama ini kita lakukan sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi dampak yang lebih parah.”

Setelah ritual doa bersama selesai, warga yang hadir berkumpul untuk makan bersama nasi tumpeng yang mereka bawa dari rumah sebagai simbol persatuan dalam menghadapi tantangan alam yang serius ini.