Musti Ginting: Kebakaran Rumah Wartawan di Tanah Karo yang Menewaskan Empat Nyawa, “Terbakar Atau Dibakar”
Suara Pecari, Kabanjahe – Sebuah kebakaran tragis terjadi di Jalan Nabung Surbakti, Kabanjahe, Kabupaten Karo pada Kamis (27/6/2024) sekitar pukul 03.55 WIB. Rumah yang sekaligus dijadikan warung kopi dan toko kelontong serta menjual bensin eceran, milik Sempurna Pasaribu (47), seorang wartawan Media Online Tribrata TV, hangus terbakar. Kebakaran ini menewaskan empat orang, termasuk Sempurna Pasaribu, istrinya Elfirda Br Ginting (48) yang sedang hamil tua, anaknya Sudi Investasi Pasaribu (12), dan cucunya Loin Situkir (3).
Peristiwa ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dan organisasi wartawan. Ikatan Keluarga Besar Wartawan (IKBW) Sumatera Utara turut berduka atas tragedi ini. Beberapa anggota IKBW seperti Beton Ginting, Roy Prawira Pandia, Sangap Siringoringo, Musti Ginting, Andi Wijaya, dan Sabar Saragih menyampaikan belasungkawa yang mendalam. “Semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dalam menghadapi cobaan ini,” ujar Roy Prawira Pandia.
Musti Ginting dari IKBW Sumatera Utara menyatakan bahwa insiden ini masih penuh misteri. “Tentang asal usul terjadinya kebakaran tersebut masih simpang siur, apakah terbakar atau dibakar,” katanya.
Anggota IKBW Sumut, Sangap Siringoringo, berharap agar insiden ini segera ditangani oleh pihak berwajib. “Kita tunggu saja hasil dari penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian. Mari kita bersama-sama berdoa agar rekan kita Sempurna Pasaribu beserta istri, anak, dan cucunya yang tewas dalam kebakaran ini ditempatkan Tuhan di tempat yang terbaik,” harapnya.
Sementara itu, muncul dugaan bahwa kebakaran ini terkait dengan pemberitaan yang ditulis oleh Sempurna Pasaribu mengenai perjudian di Tanah Karo. Dugaan ini didasarkan pada postingan di media sosial atas nama korban.
Roy Prawira Pandia mengingatkan bahwa wartawan memiliki hak untuk memberitakan kebenaran. “Bila ini benar terjadi karena pemberitaan, apakah insan pers harus berdiam diri? Bukankah yang dilakukannya itu adalah haknya sebagai jurnalistik. Wartawan bukan hanya mengantongi kartu persnya saja. Bila takut memberitakan yang sebenarnya, jangan jadi wartawan,” ujarnya.
Roy juga menceritakan pengalaman pribadinya selama Orde Baru, di mana ia pernah dikepung oleh sebuah organisasi kepemudaan karena pemberitaan pungli melalui karikatur di Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). “Bukan hanya itu, anak saya juga pernah hampir diculik oleh organisasi tersebut. Namun, berkat bantuan PS di kawasan Tugu Juang Berastagi, anak saya selamat,” tambahnya.
Roy berharap agar wartawan bersatu dalam menjalankan tugas jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers. “Jangan saling memojokkan satu sama lainnya. Ingat, kalau wartawan bersatu, negara pasti kuat,” tutupnya. (Tim)

