Pungli PTSL di Jombang Terus Dikeluhkan, Warga Sebut Biaya Melebihi Ketentuan SKB Tiga Menteri

JOMBANG – Dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sumberjo, Kecamatan Jombang, terus menjadi sorotan. Warga mengeluhkan adanya biaya yang dibebankan oleh oknum perangkat desa, yang melebihi ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, terkait program sertifikat tanah gratis.

Beberapa warga yang menjadi korban pungutan liar (pungli) mengungkapkan bahwa mereka rata-rata dikenakan biaya di atas Rp150 ribu, dengan variasi mulai dari Rp400 ribu, Rp500 ribu, Rp800 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp1 juta. Padahal, menurut SKB tiga menteri, biaya PTSL seharusnya hanya Rp150 ribu, yang sudah mencakup pembelian patok, materai, dan honor panitia.

“Kami warga Desa Sumberjo memang mengeluhkan terkait biaya PTSL, yang katanya menurut SKB tiga menteri 150 ribu, kenapa di desa kami kok di atas ketetapan itu. Bukankah biaya 150 ribu itu sudah bersih terkait untuk pembelian patok, materai, dan honor panitia PTSL,” ujar seorang warga, Jumat (10/1/2025). Warga juga mengeluhkan bahwa mereka diminta untuk membeli patok dan materai sendiri, yang seharusnya sudah termasuk dalam biaya Rp150 ribu.

Pungutan di atas Rp150 ribu, apalagi ditambah dengan kewajiban membeli patok dan materai sendiri, menurut warga sudah jelas-jelas merupakan praktik korupsi dan pungli, yang dilakukan oleh kepala desa dan jajaran stafnya. Mereka menduga kepala desa sengaja mengambil keuntungan di atas program yang telah dicanangkan pemerintah.

Salah satu tokoh masyarakat Jombang yang juga merupakan pemerhati hukum, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa indikasi korupsi pada program PTSL, khususnya pungli, merupakan kejahatan luar biasa. Pungli, menurutnya, adalah tindakan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, serta termasuk dalam kategori gratifikasi. “Pungli diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi tindak pidana korupsi,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pungli sering terjadi pada program PTSL karena ketidakjelasan prosedur layanan, penyalahgunaan wewenang, keterbatasan informasi layanan, dan kurangnya integritas pelaksana layanan.