Aksi Unjuk Rasa di PN Medan Diduga Intervensi Pengadilan Terkait Kasus Doris Fenita Marpaung
MEDAN – Aksi unjuk rasa yang mengatasnamakan sahabat Erika Siringoringo di depan kantor Pengadilan Negeri Medan, pada Rabu (15/1/2025), diduga kuat bertujuan untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus Doris Fenita Marpaung. Aksi ini juga diwarnai dengan dugaan penghinaan terhadap lembaga kepolisian dan pengadilan oleh kuasa hukum Erika Siringoringo.
Sebelumnya, pihak Pengadilan Negeri Medan telah menerima dan memberikan dua kesempatan kepada para demonstran untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, kuasa hukum Erika berinisial DR Sidjabat diduga melanggar kesepakatan tersebut dengan mengeluarkan kata-kata tidak senonoh, seperti menyebut kepolisian dan pengadilan “sesat dan bobrok”. Pernyataan tersebut dianggap sengaja menghina lembaga pengadilan di depan umum dan melalui media sosial, yang merupakan pelanggaran hukum dan mengangkangi undang-undang.
“Kita tidak tahu apa motif dari mereka selalu melempar opini ke publik tentang Doris yang selalu menyudutkannya,” ungkap salah seorang keluarga korban. Keluarga korban juga mempertanyakan mengapa pihak kuasa hukum tidak mencoba mencari kebenaran terkait kondisi Doris yang sedang dirawat di rumah sakit.
Keluarga korban juga menyoroti pernyataan DR Sidjabat yang selalu menyebutkan bahwa Doris dilindungi oleh oknum jenderal, dan menantang agar ia dapat membuktikan ucapannya. “Karena siapa yang mendalilkan dia harus bisa membuktikan, jadi biar jangan asal bicara saja,” terang salah seorang keluarga Doris.
Pihak keluarga juga menilai bahwa pihak kepolisian dan pengadilan sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara ini, karena laporan kedua belah pihak telah diterima dan ditangani sesuai dengan kewenangan masing-masing. Mereka juga mengingatkan bahwa kepolisian dan pengadilan memiliki hak untuk menahan atau tidak menahan seseorang sesuai dengan pasal 31 ayat (1) KUHAP tentang penangguhan penahanan.
Lebih lanjut, keluarga korban menyayangkan tindakan pengacara yang berorasi di depan kantor pengadilan dan menghina kepolisian serta pengadilan dengan istilah “Contempt of Court” karena pengacara juga merupakan salah satu pilar penegakan supremasi hukum. Mereka menilai pengacara tersebut telah melanggar pasal 207 dan 218 KUHP, dengan ancaman pidana 1 tahun 6 bulan dan denda maksimal Rp. 10 juta.
Seperti diketahui, klien dari DR Sidjabat, yaitu Arini Ruth Yuni Siringoringo (seorang ASN di KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan), Erika Siringoringo, dan Nur Intan br Nababan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan. Keluarga korban juga menyoroti dua kali mangkirnya para tersangka dari panggilan penyidik.
Pihak keluarga Doris Fenita Marpaung mendukung pihak Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan upaya hukum terhadap siapapun yang mencoba menghina pengadilan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran terhadap oknum yang berusaha melakukan Contempt of Court dan Obstruction of Justice kepada pengadilan.
“Kami harapkan penyidik bisa menerapkan pasal 22 KUHAP kepada para tersangka yang juga dijerat dengan pasal 170 ayat (1) KUHP dan pasal 351 jo 55 yang mana ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara,” jelas pihak keluarga.
Penyidik Polrestabes Medan saat dikonfirmasi awak media membenarkan bahwa Arini Ruth Yuni Siringoringo dan rekan-rekannya telah ditetapkan sebagai tersangka dan surat panggilan sebagai tersangka sudah dilayangkan.

