Kasus Penipuan Penerimaan Akpol, Nama Hakim dan Jaksa di Lubuk Pakam Jadi Sorotan Publik
LUBUK PAKAM — Kasus dugaan penipuan penerimaan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang melibatkan Ninawati kembali menjadi perhatian publik. Setelah sempat viral karena merugikan korban bernama Afnir alias Menir sebesar Rp1,3 miliar, kini sorotan publik mengarah kepada proses hukum yang dijalani terdakwa di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
Persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim David Sidik Simare-mare, S.H. sebagai ketua majelis, dengan Hendrawan Nainggolan, S.H. dan Erwinson Nababan, S.H. sebagai hakim anggota, disebut-sebut tengah menjadi perhatian setelah muncul dugaan adanya aliran dana miliaran rupiah dari pihak terdakwa ke oknum aparat penegak hukum.
Namun, tudingan tersebut langsung dibantah oleh pihak pengadilan.
“Kami tidak tahu terdakwa Ninawati memberikan uang ke siapa. Kebetulan saya hakim yang menyidangkan perkara tersebut,” tegas Hendrawan Nainggolan, yang juga menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Rabu (23/10/2025).
Hendrawan menjelaskan bahwa proses persidangan berjalan panjang dan sesuai prosedur. Ia menambahkan, pada salah satu sidang sebelumnya terdakwa absen karena alasan kesehatan yang dibuktikan surat sakit dari kuasa hukum.
Menanggapi pertanyaan soal vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, Hendrawan menegaskan bahwa kewenangan tuntutan sepenuhnya berada di tangan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Soal kenapa tuntutannya hanya dua tahun, itu sebaiknya ditanyakan langsung ke pihak kejaksaan,” ujarnya.
Dari catatan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, diketahui bahwa baik terdakwa Ninawati maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli sama-sama mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun hingga kini, berkas memori kasasi dari kejaksaan disebut belum lengkap.
Sementara itu, hakim anggota Erwinson Nababan, S.H., juga membantah keras tudingan menerima suap.
“Tidak benar itu, bang. Kalau saya terima uang, mungkin saya sudah ganti mobil baru,” ujarnya dengan nada tegas.
Pengacara Korban Duga Ada Kejanggalan
Kuasa hukum korban, Ranto Sibarani, S.H., M.H., menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus Ninawati, terutama terkait tuntutan jaksa yang dianggap terlalu ringan dan putusan hakim yang jauh di bawah ekspektasi publik.
“Kami menduga ada permainan. Terdakwa hanya dituntut dua tahun dan divonis satu tahun, padahal banyak laporan polisi lain atas nama yang sama,” ujar Ranto.
Tokoh dan Akademisi Soroti Lemahnya Penuntutan
Tokoh masyarakat Sumatera Utara, Ir. Henry Dumanter Tampubolon, M.H., juga ikut menyoroti lemahnya tuntutan jaksa dalam kasus ini.
“Tuntutan jaksa hanya setengah dari maksimal pasal penipuan. Patut diduga ada permainan antara pihak terdakwa dan jaksa,” ujarnya.
Henry meminta Kejaksaan Agung RI (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) untuk turun langsung memeriksa penanganan perkara ini.
Senada dengan itu, Dr. (Adv.) Sri Wahyuni Laia, S.H., M.H., akademisi dan praktisi hukum pidana, menilai lemahnya tuntutan dan memori banding kejaksaan memperkuat dugaan adanya ketidakprofesionalan dalam proses hukum.
“Terdakwa Ninawati seharusnya dituntut maksimal, apalagi dia merupakan residivis dalam kasus penipuan serupa. Kejagung perlu mengkaji ulang memori banding dan kasasi yang diajukan jaksa agar kasus ini terang benderang,” tegas Sri Wahyuni.
Kejaksaan Bantah Ada Permainan
Menanggapi berbagai tudingan, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Labuhan Deli, Hamonangan P. Sidauruk, S.H., M.H., menegaskan bahwa tidak ada permainan dalam kasus Ninawati.
“Tidak ada permainan, lae. Tuntutan dan putusan saja sudah berbeda jauh, makanya kami banding dan kasasi,” kata Hamonangan, Rabu (22/10/2025).
Ia menjelaskan, kejaksaan telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena tidak puas dengan vonis satu tahun penjara yang dijatuhkan oleh PN Lubuk Pakam, lebih ringan dari tuntutan jaksa dua tahun.
“Berkas kasasi sudah kami kirimkan ke Mahkamah Agung, tinggal menunggu prosesnya,” ujarnya.
Menurut Hamonangan, terdakwa Ninawati belum dieksekusi karena putusan pengadilan masih dalam proses hukum dan belum berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Dalam salinan putusan tidak ada perintah eksekusi karena statusnya belum final,” jelasnya.
Proses Hukum Masih Berlanjut
Berdasarkan data SIPP Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, putusan banding Pengadilan Tinggi Medan Nomor 2034/PID/2025/PT MDN menyebutkan bahwa terdakwa Ninawati terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “turut serta melakukan penipuan” dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara, lebih ringan dari vonis pengadilan tingkat pertama.
Kasus ini kini masih menunggu hasil kasasi di Mahkamah Agung. Publik pun berharap Kejaksaan Agung turun tangan memastikan proses hukum berjalan transparan dan akuntabel.
“Kami berharap kasus ini ditangani secara terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan publik,” pungkas Hamonangan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.












