Jutaan Pedagang Pulsa Terancam, Kebijakan Provider Picu Gelombang Protes
Sumatera Utara, – Di tengah ketidakpastian ekonomi dengan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, daya beli masyarakat melemah, dan angka pengangguran yang bertambah, jutaan pedagang pulsa di Indonesia kini menghadapi ancaman baru.
Isu kebijakan sepihak dari salah satu provider besar yang membatasi penjualan paket data hanya 3GB dengan harga Rp 35 ribu, tanpa opsi lain, pada Sabtu (15/3/2025), memicu keresahan di kalangan pedagang pulsa, khususnya di Sumatera Utara. Mereka menganggap kebijakan ini semakin menyulitkan bisnis yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan keluarga mereka.
Dengan meningkatnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi, aturan baru ini justru menambah tekanan bagi para pedagang yang bergantung pada sektor ini.
“Kami ini bukan karyawan provider, tapi kenapa aturan dibuat seakan-akan kami harus tunduk pada kebijakan sepihak? Padahal selama ini kami yang membantu mereka menjual produk ke masyarakat!” ujar Jeff Hardi Salim, seorang pedagang pulsa di Medan yang telah menjalankan bisnis ini selama 15 tahun.
Ancaman Bagi Jutaan Pedagang UMKM di Indonesia
Bagi jutaan pedagang pulsa di Indonesia, bisnis ini bukan sekadar usaha kecil, tetapi sumber penghidupan yang telah menopang keluarga mereka selama bertahun-tahun. Dengan adanya kebijakan baru ini, mereka menghadapi tantangan besar, di mana pelanggan merasa dipaksa membeli paket yang tidak sesuai kebutuhan, sementara pedagang kehilangan fleksibilitas dalam menawarkan berbagai pilihan layanan.
Akibatnya, penjualan mulai menurun di berbagai daerah. Banyak pelanggan yang kecewa dan beralih membeli paket data langsung melalui aplikasi digital atau memilih layanan lain yang lebih fleksibel. Jika kondisi ini terus berlanjut, ribuan outlet pulsa berpotensi gulung tikar, yang akan berimbas pada peningkatan angka pengangguran di sektor informal.
“Kami sudah susah cari uang, sekarang malah dipersulit. Apa pemerintah tidak melihat dampaknya?” ujar seorang pedagang di Jakarta yang mulai kehilangan pelanggan akibat kebijakan tersebut.
Kecurigaan Monopoli dan Dugaan Kesepakatan Terselubung
Sebagian pedagang menduga ada permainan di balik kebijakan ini, dengan kecurigaan adanya kesepakatan tersembunyi antara petinggi provider untuk mengontrol pasar secara sepihak dan mengalihkan keuntungan ke platform digital mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan nasib jutaan pedagang UMKM pulsa.
Dugaan ini semakin kuat mengingat pola serupa pernah terjadi di sektor bisnis lain, di mana perusahaan besar menghilangkan peran distributor kecil demi menguasai pasar secara langsung. Jika benar demikian, maka ini menjadi ancaman serius bagi ekosistem bisnis telekomunikasi yang selama ini bergantung pada peran pedagang pulsa.
“Kalau aturan ini terus dipaksakan, jangan salahkan kami jika sepakat untuk berhenti menjual produk mereka. Siapa yang rugi? Konsumen juga! Karena outlet pulsa yang selama ini menjadi tulang punggung distribusi layanan telekomunikasi bisa hancur,” kata seorang pemilik konter di Surabaya.
Desakan Agar Pemerintah Segera Bertindak
Para pedagang UMKM kini mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), untuk turun tangan dan menyelidiki kebijakan ini.
Jika memang ada indikasi monopoli atau penyalahgunaan kekuasaan pasar, mereka meminta adanya regulasi yang lebih adil dan transparan agar dunia usaha tidak semakin tercekik oleh aturan sepihak.
Di tengah krisis ekonomi, seharusnya pemerintah mendorong pemberdayaan usaha kecil, bukan malah memperburuk kondisi mereka dengan kebijakan yang tidak berpihak.
Jika keluhan para pedagang UMKM tidak segera ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin gelombang aksi boikot dan protes yang lebih besar akan terjadi dalam waktu dekat.
Akankah pemerintah mendengar suara jutaan pedagang pulsa, ataukah mereka dibiarkan bertahan sendiri dalam ketidakpastian ekonomi yang semakin sulit? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.

