Kebijakan Kurangi Kantong Plastik, UMKM Kerajinan Bambu di Banyuwangi Bangkit Lagi

UMKM Kerajinan Bambu di Banyuwangi

BANYUWANGI, Suarapecari.com — Kebijakan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang membatasi penggunaan kantong plastik sekali pakai membawa dampak positif bagi pelaku UMKM kerajinan bambu. Salah satu kawasan yang kembali menggeliat adalah Lingkungan Papring, Desa/Kecamatan Kalipuro, yang dikenal sebagai sentra kerajinan bambu legendaris di Banyuwangi.

“Harus diakui, kebijakan pembatasan kantong plastik dari Bu Ipuk membuat produk kerajinan bambu di kampung kami kembali bergairah. Permintaan besek meningkat pesat,” ujar Widie Nurmahmudy, tokoh masyarakat Papring, Selasa (3/6/2025).

Besek Anyaman Jadi Primadona Jelang Idul Adha

Menjelang Idul Adha, permintaan besek bambu — wadah anyaman tradisional — melonjak tajam sebagai pengganti kantong plastik untuk membungkus daging kurban. Dalam sebulan terakhir, warga Papring bisa memproduksi antara 5.000 hingga 7.000 besek, tergantung ukuran.

“Harga besek sekarang bervariasi, menyesuaikan ukuran. Antara Rp2.500 hingga Rp3.000 per buah,” jelas Widie.

Salah satu perajin, Mairoh, mengaku bisa memproduksi 30–50 besek per hari. Seluruh hasil produksinya langsung dibeli oleh pengepul atau pembeli tetap.

“Alhamdulillah, tidak bingung menjualnya. Permintaan terus datang, apalagi menjelang Idul Adha,” kata Mairoh.

Papring, Kampung Bambu yang Bangkit Kembali

Lingkungan Papring sejak dahulu dikenal sebagai sentra kerajinan bambu. Nama Papring sendiri berasal dari istilah “panggonane pring”, atau tempatnya pohon bambu. Pada era 1960–1990-an, hampir semua warga menggantungkan hidup dari kerajinan bambu seperti besek, gedek, dan capil.

Namun memasuki tahun 2000, industri ini nyaris mati suri akibat gempuran produk plastik. Dari sekitar 60–80 persen penduduk yang dahulu menjadi perajin, hanya sekitar 10 persen yang bertahan.

Kini, berkat meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan dukungan kebijakan pengurangan plastik, kerajinan bambu kembali diminati. Hampir seluruh 80 keluarga di Papring kini aktif memproduksi aneka kerajinan bambu.

“Sekarang jenis kerajinan yang dihasilkan warga makin bervariasi. Ada sekitar 20 jenis, mulai dari besek, tas bambu, capil, gedek, hingga hiasan rumah,” tambah Widie.

Kebangkitan ekonomi berbasis kearifan lokal ini tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan warga desa.