Siu Ban Ci Sejarah Awal Peradaban Islam di Jawa
Siu Ban Ci melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Hasan, yang juga dikenal dengan nama Tionghoa, Jin Bun. Setelah dewasa, Raden Hasan kembali ke Jawa dan bertemu dengan ayahnya, Prabu Brawijaya. Kemudian Raden Hasan diangkat menjadi Adipati Demak, Semenjak itu Raden Hasan lebih dikenal sebagai Raden Patah.
Kiah Siu Ban Ci berawal dari sejarah Kerajaan Majapahit, yang didirikan pada akhir abad ke-13, merupakan salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara. Dikenal karena kekuasaan maritimnya yang luas dan peran sentralnya dalam penyebaran budaya Jawa, Majapahit mengalami masa kejayaan yang panjang sebelum akhirnya menghadapi kemunduran. Salah satu tokoh penting di akhir era Majapahit adalah Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi, yang sering dianggap sebagai raja terakhir kerajaan ini. Kisah cinta dan pertemuannya dengan seorang wanita Tionghoa-Muslim bernama Siu Ban Ci, serta hubungan ini dengan berdirinya Kesultanan Demak, menjadi bagian penting dari sejarah transisi Majapahit menuju era Islam di Jawa.
Prabu Brawijaya V, yang memerintah pada abad ke-15, dikenal sebagai penguasa Majapahit yang terakhir. Pada masa pemerintahannya, Majapahit mulai mengalami tekanan dari berbagai kekuatan, termasuk dari kerajaan-kerajaan Islam yang mulai berkembang di pesisir utara Jawa.
Menurut beberapa catatan sejarah, Prabu Brawijaya jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seorang wanita Tionghoa-Muslim bernama Siu Ban Ci. Siu Ban Ci datang ke Majapahit bersama ayahnya, Syekh Bentong (juga dikenal sebagai Kyai Betong atau Tan Go Hwat), seorang ulama besar dan saudagar kaya dari Tiongkok. Syekh Bentong datang ke istana Majapahit untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling, membawa berbagai hadiah berharga seperti batu giok, kain sutra, keramik Tiongkok, dupa, dan mutiara.
Namun, perhatian Prabu Brawijaya tidak terfokus pada hadiah-hadiah tersebut, melainkan pada kecantikan Siu Ban Ci. Ketertarikan Prabu Brawijaya terhadap Siu Ban Ci menimbulkan kecemburuan dari permaisurinya, Dewi Amarawati atau Putri Champa, yang belum memiliki keturunan.
Meskipun Dewi Amarawati merasa cemburu, Prabu Brawijaya tetap menikahi Siu Ban Ci sebagai garwa ampeyan (istri selir). Siu Ban Ci kemudian hamil, dan kehamilannya semakin memperburuk hubungan antara dirinya dan Dewi Amarawati. Dewi Amarawati, yang tidak tahan melihat suaminya mencintai wanita lain, meminta Prabu Brawijaya untuk menceraikan Siu Ban Ci.
Prabu Brawijaya, meskipun sangat mencintai Siu Ban Ci, akhirnya mengirimnya ke Palembang, yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Majapahit. Siu Ban Ci dititipkan kepada Adipati Palembang, Arya Damar, yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Prabu Brawijaya. Arya Damar, yang juga dikenal dengan nama Swan Liong, menikahi Siu Ban Ci, namun atas perintah Prabu Brawijaya, ia tidak diizinkan untuk menyentuh Siu Ban Ci hingga anak yang dikandungnya lahir.
Siu Ban Ci melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Hasan, yang juga dikenal dengan nama Tionghoa, Jin Bun. Setelah dewasa, Raden Hasan kembali ke Jawa dan bertemu dengan ayahnya, Prabu Brawijaya. Dalam pertemuan itu, Prabu Brawijaya sangat gembira dan mengangkat Raden Hasan menjadi Adipati Demak, sementara adik tirinya, Raden Husain atau Raden Kusen, diangkat menjadi Adipati Terung. Raden Hasan kemudian lebih dikenal sebagai Raden Patah.
Pada tahun 1478, Majapahit diserang oleh Prabu Girindrawardhana dari Kediri, yang menyebabkan runtuhnya kerajaan tersebut. Setelah kejadian ini, Raden Patah mendirikan Kesultanan Demak, yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Pembangunan Masjid Agung Demak juga dikaitkan dengan pengangkatan Raden Patah sebagai Sultan Demak Bintoro, yang dilakukan oleh Wali Songo pada tahun 1478, tepat saat Majapahit jatuh.
Meskipun Majapahit telah runtuh pada tahun 1478, keberadaannya tidak benar-benar lenyap. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada tahun 1486, Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawardhana masih memerintah di wilayah Wilwatiktapura Janggala dan Kadiri. Hubungan dengan penguasa Jawa bahkan disebutkan dalam catatan China dari Dinasti Ming pada tahun 1499 dan oleh beberapa penulis Barat hingga awal abad ke-16.
Namun, pada tahun 1522, seorang ahli Italia, Antonio Pigafeta, menyebutkan bahwa penguasa di Majapahit adalah Pati Unus, yang menunjukkan bahwa pada saat itu Majapahit sudah berada di bawah kekuasaan Kesultanan Demak. Dengan demikian, penaklukan Majapahit oleh Demak menandai akhir dari era kerajaan Hindu-Buddha di Jawa dan awal dari dominasi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Sejarah runtuhnya Majapahit dan transisi ke era Kesultanan Demak menunjukkan perubahan besar dalam lanskap politik dan budaya di Jawa. Kisah Prabu Brawijaya dan Siu Ban Ci, serta lahirnya Raden Patah, adalah simbol dari pertemuan dan pergeseran antara budaya Jawa-Hindu dan pengaruh Islam yang semakin kuat. Majapahit mungkin telah runtuh, tetapi warisannya terus hidup melalui keturunannya yang memimpin era baru dalam sejarah Nusantara.

